Jumat, 28 Oktober 2011

Nineteen Years Later~ (For HPW's Anniversary)


 Musim salju baru saja berakhir. Salju-salju mulai mencair, digantikan bunga-bunga musim semi bermekaran indah disekitar Hogwarts. Hermione berdiri di ruang rekreasi Gryffindor menatap keluar jendela.
"Melihat apa?" tanya Ron mengagetkannya. Hermione langsung berbalik badan lalu tersenyum.
"Cuma mengamati perubahan musim." jawabnya asal.
"Benarkah? Membosankan." ujar Ron sambil beranjak keluar. Hermione menghela nafas dan tertawa kecil lalu membuntuti Ron. Mereka melangkah menuju Great Hall dimana Harry dan yang lainnya sudah berkumpul.

"Sembilan belas tahun sudah berlalu. Rasanya seperti mimpi. Semua pertempuran itu, dan kenyataan bahwa sekarang aku sudah menjadi ibu dari anak-anak Ron." batin Hermione.
"Sudah puas bernostalgia?" tanya Neville yang sekarang sudah menjadi Professor Herbology di Hogwarts.
"Sepertinya hanya aku yang bernostalgia. Hermione hanya mengamati perubahan musim dari ruang rekreasi itu." ujar Ron sambil menarik kursi dan duduk disebelah Harry.
Harry dan Neville tertawa kecil, membuat Hermione sedikit kesal. Sementara Ginny sibuk mengurus anak-anaknya. Ginny dan Harry punya dua orang putra dan seorang putri.
"Menurutku mengamati perubahan musim lebih baik dari pada bertingkah konyol dengan mengganggu semua lukisan seperti yang daddy lakukan tadi." ucap seorang gadis kecil berambut merah dan bergelombang.

Ya, gadis kecil itu adalah putri pertama Hermione dan Ron. Namanya Rose, dan disebelahnya adalah Hugo, adik lelakinya yang juga mewarisi rambut merah khas Weasley. Rose seumuran dengan Albus Severus, putra kedua Harry dan Ginny. Putranya pertama mereka bernama James Sirius berumur setahun lebih tua dari Albus. James berambut kecoklatan dan sedikit berombak, sementara Albus sangat mirip dengan Harry. Rambutnya hitam lurus dan bermata biru, warisan dari neneknya Lily Potter. Sementara Hugo hampir seumuran dengan putri bungsu Harry yang bernama Lily Luna.

"Rosie! Aku senang kau mewarisi kepintaran mom mu. Tapi jangan sampai kau meniru sifat mom mu yang tak bisa bersenang-senang itu. Masa depanmu bisa suram nanti!" ujar Ron dan langsung disambut pukulan dari Hermione.
"Astaga, Hermione! Jangan memukulku didepan anak-anak!" protesnya.
Hermione tak mengubrisnya. Semua orang tertawa kecuali Rose. Matanya menatap tajam kearah Ron.
"Jangan memasang wajah seperti itu! Nanti tak ada pria yang berani mendekatimu!" ujar Ron lagi. Dan sekali lagi, Ron mendapat pukulan istimewa dari Hermione.
"Ya Tuhan, Ron... Sudahlah!" pinta Hermione.
"Uncle tenang saja." kata James sambil meminum jus labunya. "Toh walaupun wajah Rose menyeramkan, Al tetap tergila-gila padanya." lanjutnya.
Mendengar ucapan kakaknya, Al langsung membantah.
"James! Aku tidak..."
"Aku tau kau cemburu kan, saat melihat Rose berduaan dengan Scorpius Malfoy?" potong James.
"Benarkah?" tanya Hugo yang tampaknya tertarik dengan gosip yang diungkapkan James barusan.
"Tentu tidak! Aku dan Rose tidak pacaran!!" bantah Al dengan nada sedikit tinggi.
"Hey, aku tak bilang kau pacaran dengan Rose. Jadi sekarang kau mengakuinya?" goda James lagi.
Rose tampak tak peduli dengan gurauan James. Dia meneruskan makannya sambil membaca buku yang dipegang ditangan kirinya.
Melihat wajah Al yang sudah memerah karena malu sekaligus emosi, Ginny berusaha menghentikan James.
"James, hentikan! Jangan menggoda adikmu terus!" perintah Ginny.
"Maaf, mom. Aku kan hanya bercanda." kilahnya sambil melirik Harry yang tertawa kecil melihat tingkah anak-anaknya.
"Hentikan, Harry!" ujar Ginny dengan sedikit penekanan. Harry langsung menutup mulutnya. Hening. Sejurus kemudian Lily dan Hugo tertawa diikuti Ron, dan akhirnya membuat semua orang yang ada disana tertawa lepas.
"Apa yang sudah kami lewatkan?" tanya Ted yang baru datang bersama Victoire.
"Aha! Pasangan werewolf dan veela sudah datang." James mulai bertingkah kembali.
Victoire melotot kearah James, sebuah isyarat untuk menyuruh James menutup mulut. James nyengir kuda. Puas berhasil menggoda putri sulung Bill dan Fleur yang cantik itu.
"Ginny, putra sulungmu itu sungguh mirip dengan Fred dan George." ucap Neville sambil tertawa.
"Benar! Aku sangat bersyukur karena James tidak memiliki kembaran." jawab Ginny sambil menatap James dalam.
James tau tatapan itu berarti dia dalam masalah. Ginny akan menghukumnya sepulangnya mereka dari Hogwarts nanti. Tapi dia tidak pernah peduli.
"Kalian berdua duduklah." ucap Hermione kepada Ted dan Victoire.
"Sudah, Hentikan. Kalau begini terus kapan kita makannya?" ujar Ron yang mulitnya susah penuh dengan potongan ayam panggang.
"Sebaiknya kau tidak membuat ulah lagi, James. Kalau tidak, mom bisa murka dan mematahkan broomstick mu." Lily memperingati James.
James tidak merespon peringatan Lily. Dia malah menjulurkan lidah menggoda adik bungsunya yang nyaris persis seperti mom nya itu.
"Kalau broomstick mu dihancurkan mom, bagaimana aku bisa berlatih quidditch?!" tanya Lily sedikit kesal karena perkataannya tidak diindahkan kakaknya.
"Kau boleh memakai punyaku. Pasti lebih hebat dari milikmu James." kata Al sambil melirik James dan mencibir. Sepertinya Al masih kesal karena sudah dibuat malu oleh kakaknya.
Lily tersenyum puas lalu ikut-ikutan mencibir pada James.
"Jangan bertengkar lagi! Cepat habiskan makanan kalian. Setelah ini kita harus ke Godric Hollow." kata Harry.
"Godric Hollow? Mau apa kita kesana, uncle?" tanya Hugo.
"Hari ini, tepat sembilan belas tahun yang lalu terjadi pertempuran besar di Hogwarts. Kita akan ke Godric Hollow untuk mengunjungi makam para pejuang yang meninggal saat melindungi Hogwarts, Harry, dan dunia ini." Hermione menjelaskan sambil merangkul putranya.
Hugo mengangguk mengerti.
"Apakah semua orang yang meninggal saat bertempur melawan you-know-who dimakamkan di Godric Hollow, dad?" kali ini giliran Al yang bertanya.
"Tidak juga, tapi sebagian besar dimakamkan disana. Orangtuaku, dan orangtua Ted juga beristirahat disana." jawab Harry kemudian tersenyum menatap Ted. Ted membalas tersenyum.

Beberapa menit kemudian, mereka selesai menyantap hidangan khas Hogwarts. Mereka bergegas memegang gelas besar yang sudah disihir menjadi portkey. Dalam sekejap mereka sampai di Godric Hollow. Sudah banyak orang berkumpul dan berdo'a disana. Sebagian besar adalah alumni Hogwarts, anggota Orde Phoenix, dan beberapa professor yang dulunya mengajar di Hogwarts.

Percy, Audrey dan putri kembarnya Molly Junior, dan Lucy berdiri didekat Prof. Septima yang sedang berbincang dengan madam Poppy Pomfrey. Di makam paling pojok sebelah kiri George dan istrinya Angelina Johnson beserta kedua anak mereka Fred Junior, dan Roxanne sedang mengirim do'a untuk Fred. Rita Skeeter berjalan centil bersama pena bulunya dari makam ke makam, mencari berita. Kostum hijau terang yang dipakainya itu terlihat sangat mencolok, namun dia tampak tak peduli. Hagrid juga datang, sedang menghias makam Prof. Snape. Bahkan Draco, Astoria, dan anak mereka Scorpius juga hadir disana.

"Disini kalian rupanya. Kenapa lama sekali?" tanya Mrs. Weasley.
"Er.. Kami tadi berkeliling Hogwarts mom. Mengenang masa-masa sekolah dulu." jawab Hermione sambil tersenyum memandang Ginny, Harry, Ron, dan Neville bergantian. Yang dipandangi ikut tersenyum.
Mrs. Weasley mengangguk dan penepuk pundak Hermione sebentar. Kemudian dia pergi menghampiri keluarga Bones.

"Harry? Ginny? Hermione? Ron? Neville? Kalian sudah datang?" tanya Luna dengan suara khasnya yang lembut dan manja.
"Lunaa.." Ginny langsung merangkul sahabatnya itu. Kemudian Luna berpelukan dengan yang lain secara bergantian.
"Senang sekali bisa bertemu kalian disini." kata Luna dengan wajah berseri-seri.
Dibelakangnya ada dua pangeran cilik bernama Lysander dan Locran. Putra kembar Luna dan Rolf Scamander.
"Hai, guys!" Seamus datang menyapa Harry dan yang lainnya. Selain Seamus, juga ada Cho, Katie, Parvati, Padma, Dean, dan anggota Dumbledore Army lainnya.

Hannah melangkah menghampiri Neville yang langsung memeluk dan mengecup kening istrinya itu. Kemudian ketiga anaknya Elora, Angela, dan Trevor bergeluyut manja kepadanya.
"Kita berkumpul disini, rasanya seperti acara reonian ya." kata Parvati yang kemudian disetujui oleh yang lainnya.
"Aku kangen masa-masa kita di Hogwarts dulu." kenang Dean.
"Apakah uncle yang bernama Dean? Uncle... mantan pacarnya mommy ya?" tanya James degan polosnya dan mengejutkan semua orang.
"Apa?" tanya Ginny kaget.
"Lalu yang mana Aunty Cho?" tanya James lagi.
"Haa? Apa?" tanya Cho ikut terkejut. Matanya terbuka lebar saking kagetnya. Tak ada yang menyangka James akan bertanya seperti itu.
"Oh, aunty ya, mantannya daddy yang sering dicemburui sama mommy?" pertanyaan James benar-benar membuat semua orang kaget dan tak bisa berkata-kata. Terlebih lagi orang tuanya.
"James! Siapa yang..." pertanyaan Ginny terputus melihat tingkah Ron yang mencurigakan. Ginny menyipitkan matanya kearah Ron.
"Apa?" tuntut Ron.

Sekarang semua mata tertuju pada Ron. Semua orang menatap Ron seperti singa mengincar mangsanya. Hampir saja terjadi perang Hogwarts kedua kalau saja Bill dan Fleur tidak datang menghampiri mereka. Bersama Dominique dan Louis pastinya. Dominique adalah putri kedua mereka. Parasnya cantik seperti mom nya, tapi sifatnya sangat jutek, entah turunan dari siapa. Sedangkan Louis adalah putra mereka satu-satunya. Sibungsu yang manis dan berambut blonde seperti kedua saudarinya.
"Kenapa malah berkumpul disini?" tanya Fleur.
"Sebenarnya kami baru saja mau membantai uncle Ron, mom." jawab Victoire santai.
"Apa yang terjadi?" tanya Fleur lagi.
"Ron mengajari hal yang tidak benar kepada James." jawab Hermione.
"Ada-ada saja. Pergilah. Setelah itu, kita berkumpul disana." Bill menunjuk sebuah tenda putih kecil yang pastinya sudah diberi mantra agar sanggup menampung semua orang.
"Baiklah, kami pergi dulu." ujar Harry sambil merangkul Ginny dan menuntun anak-anaknya mengelilingi makam.

Harry, Ginny, Hemione, Ron, dan semua putra-putri mereka berdiri didepan makam orangtua Harry. Disebelahnya ada makam Sirius, Remus, dan Tonks.
"Semuanya sudah berakhir mom, dad. Semua sudah selesai, Sirius, Remus." ucap Harry.
"Sekarang tidak ada lagi kegelapan. Dunia sudah damai sekarang. Seandainya kalian ada disini." lanjut Harry. Butiran-butiran air mulai mengalir dipipinya. Ginny mengusap pundak Harry, menenangkannya.
"Seandainya kalian bisa bergabung bersama kami. Merayakan kemenangan ini bersama cucu-cucu kalian disini." suara Harry terdengar berat.

Air mata tak bisa dibendung lagi. Ginny, Ron, Hermione, serta anak-anak mulai menangis haru.
"Kami sudah hidup dengan kebahagiaan dan kedamaian disini. Semoga kalian juga merasakan apa yang kami rasakan. Kalian lebih dari pantas untuk mendapatkan semua kebahagiaan dan kedamaian ini." sambung Harry.
Harry menghapus air matanya. Berlutut memegangi batu nisan orang tuanya, kemudian berdiri lagi dan beranjak pergi. Ginny dan yang lainnya mengikuti Harry dibelakang. Mereka juga sempat mengunjungi makam Fred, Lavender, dan yang lainnya. Setelah itu mereka masuk kedalam tenda yang tadi ditunjuk Bill.

Begitu Harry masuk kedalam, semua orang melihat kearahnya.
"Well, sekarang, tokoh utama sudah datang." kata Mr. Weasley sambil berdiri menghampiri Harry.
"Sembilan belas tahun sudah. Masa-masa suram itu sudah lama berlalu. Sekarang generasi penerus juga sudah terkumpul. Semua ini karena Harry Potter. Mari bersulang untuk Harry." ujar Mr. Weasley sambil mengangkat gelasnya yang berisi butterbeer.
"Harry..." ucap yang lain serentak. Lalu semuanya minum secara serentak pula.
Harry tersenyum dan menatap Ginny yang juga tersenyum manis.
"Semua ini juga berkat bantuan kalian." kata Harry.
"Yeaah! Hidup Potter!" teriak George.
"Hidup kita semua!" teriaknya lagi.

Semua orang bersulang dan tertawa bersama. Lalu musik mulai memecah heningnya malam itu. Setiap orang menarik pasangan mereka untuk berdansa. Ted dansa bersama Victoire tentu saja. Scorpius menarik Rose untuk berdansa. James memberanikan diri mengajak Dominique untuk berdansa. Sayang Dominique terlalu menutup diri dan menolak berdansa dengan James yang jauh lebih muda darinya. Berbeda dengan kakaknya, Al berhasil mengajak Elora berdansa. Si Lily kecil juga ikut berdansa bersama Lysander. Sementara Hugo, Roxanne dan si kembar Molly dan Lucy lebih memilih untuk mencicipi setiap jenis hidangan yang ada disana. Suasana malam itu begitu hangat sehingga mereka semua larut dalam kebahagiaan malam itu.

-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cekidot

A